Pagi itu, Novita memutuskan untuk pergi ke pasar kecil di ujung perumahan. Dengan kantong kain di tangan, ia berjalan sambil memikirkan daftar belanja. Rania sudah berangkat sekolah, jadi ini adalah waktu luangnya untuk mengurus kebutuhan rumah tangga. Angin pagi terasa sejuk, dan Novita menikmati momen-momen sederhana ini.
Di sisi lain, Dimas baru saja selesai membeli beberapa suku cadang motor dari toko di dekat pasar. Ia berjalan santai dengan helm di tangan, menikmati udara pagi yang segar. Ketika ia melewati deretan kios sayur, matanya menangkap sosok yang tak asing lagi. Novita sedang memilih sayuran dengan cermat, ekspresi serius di wajahnya membuatnya tampak begitu alami dan memikat.
Dimas ragu untuk menyapa. Selama ini, ia hanya memperhatikan dari kejauhan. Tapi, entah kenapa, kali ini kakinya bergerak mendekat tanpa ia sadari.
“Bu Novita, ya?” suara Dimas memecah keheningan.
Novita terkejut dan menoleh. Ia mengenali Dimas sebagai tetangganya, meski mereka belum pernah berbicara langsung.
“Oh, iya. Kamu… Dimas, kan?” jawab Novita dengan senyum ramah.
Dimas mengangguk, merasa sedikit gugup. “Iya, Bu. Lagi belanja juga, ya?”
Novita tertawa kecil. “Iya, cuma beli bahan buat masak. Kalau kamu?”
“Habis beli suku cadang motor, sekalian mampir ke sini,” jawab Dimas, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Percakapan mereka mengalir sederhana, tetapi bagi Dimas, itu adalah langkah besar. Ia akhirnya bisa berbicara langsung dengan wanita yang selama ini hanya ia amati dari jauh. Novita, di sisi lain, merasa nyaman berbicara dengan Dimas. Pemuda itu tampak sopan dan menyenangkan, jauh dari kesan mengganggu.
“Kalau sudah selesai belanja, biar saya bantu bawa barangnya ke rumah,” tawar Dimas.
Novita sedikit terkejut, tetapi ia tidak ingin merepotkan. “Wah, nggak usah, Dimas. Nggak banyak kok belanjaannya.”
“Nggak apa-apa, saya sekalian pulang, kok,” Dimas bersikeras, dengan senyum yang membuat Novita akhirnya mengangguk setuju.
Sepanjang perjalanan pulang, mereka berbicara tentang hal-hal ringan – perumahan, tetangga, dan kegiatan sehari-hari. Novita merasa Dimas adalah sosok yang dewasa meski usianya jauh lebih muda. Di sisi lain, Dimas semakin terpesona oleh kepribadian Novita yang sederhana namun penuh pesona.
Ketika sampai di depan rumah Novita, Dimas membantu menurunkan kantong belanjaan. “Kalau butuh bantuan apa-apa, jangan sungkan, ya, Bu Novita,” katanya sebelum pergi.
Novita tersenyum hangat. “Makasih, Dimas. Hati-hati di jalan, ya.”
Saat itu, Dimas merasa ada sesuatu yang berbeda. Percakapan sederhana dan senyum ramah Novita meninggalkan jejak di hatinya. Di balik pagar rumah Novita, Dimas tahu, perasaannya mulai tumbuh lebih kuat.
Di dalam rumah, Novita menatap kantong belanjaannya sambil tersenyum kecil. Ia merasa ada sesuatu yang menyenangkan dari pertemuan tak terduga itu. Meski ia tahu bahwa Dimas adalah pemuda yang jauh lebih muda darinya, ada rasa hangat yang tidak bisa ia abaikan.
Baca Online gratis ” Cinta di Balik Pagar ” – Bab 3 ( Pertemuan Tak Terduga )
Untuk Bab selanjutnya dan membaca semua novel bisa ke Daftar Isi dan sinopsis Novel Online Gratis Cinta di balik Pagar ( Klik ” Kembali Ke Daftar Isi Cinta di Balik Pagar ” )